Guna memberi jaminan ketersediaan berbagai
produk bagi ribuan pelanggannya setiap hari, serta menciptakan efisiensi bagi
dirinya dan para pemasok, Carrefour membenahi sistem rantai pasokannya.
Bagaimana sistem SCM baru ini bekerja?
Barang tak tersedia memang kerap terjadi di
gerai modern. Kalau pun ada, biasanya harga barang itu melonjak mengikuti
tingginya permintaan. Salah satunya karena rantai pasokan (supply chain) ada
yang terganggu. Bisa saja, barang yang dipasok telat dikirim. Atau, bisa jadi
pemasok tidak mampu memenuhi service level yang disepakati . Misalnya, semula disepakati supplier bisa memasok 100
unit barang ke setiap minggunya, tapi
kenyataannya hanya sanggup memasok 50 unit. “Di Carrefour, barang tidak ada
atau langka sudah tidak pernah terjadi lagi. Sebab, jaminan pasokannya selalu
ada memegang peran penting dalam industri ritel.
Terlebih bagi sekelas Carrefour, yang memiliki 75 gerai dengan lokasi tersebar
di berbagai tempat (30 gerai Carrefour di bawah PT Carrefour Indonesia dan 45
gerai Carrefour Express di bawah PT Alfa Retailindo Tbk.) dan bekerja sama
dengan lebih dari 4 ribu pemasok. “Tanpa adanya rantai pasokan yang efisien,
mengelola sebesar itu, sudah tidak mungkin. Jadi dengan adanya rantai pasokan
yang efisien, maka jaminan pasokan barang selalu ada dan harga untuk konsumen
akan selalu terkelola dengan baik.
Seperti apa sistem supply chain management
(SCM) yang dikembangkan Carrefour? Menurut, Manajer Logistik Senior Carrefour,
SCM sebenarnya sudah dikembangkan di perusahaannya sejak lama ketika Carrefour
baru memiliki beberapa gerai. Ketika itu, SCM yang dikembangkan masih sangat
sederhana. Fungsinya hanya untuk membantu proses penerimaan barang di gerai.
Selain itu, fokusnya masih pada barang pangan siap saji. Kami mulai serius mengembangkan SCM ini
sejak Juli 2007. Kami investasi di bidang teknologi informasi (TI) untuk
mengembangkan model rantai pasokan yang berbeda, sehingga memudahkan pemasok
dan gerai. Untuk tujuan itu, dibeli sebuah aplikasi
ternama khusus untuk rantai pasokan dan sekaligus mampu menjalankan warehouse
management system, yakni InfoLog. Dengan InfoLog, semua proses dalam rantai
pasokan bisa diintegrasikan. Selain itu, sistem ini memudahkan kolaborasi Carrefour
dengan para pemasok saat ini fokus kami pada
efisiensi yang bisa diberikan, sehingga bisa dinikmati oleh pelanggan berupa
keberadaan produk berkualitas dengan harga yang kompetitif. Rantai pasokan yang dibangun Carrefour ini
berdasarkan perhitungan tingkat optimasi dari pabrik atau pemasok sampai ke rak
(shelf) gerai. Hal ini membutuhkan analisis dari setiap jenis produk dan supply
chain pemasok. Metode yang dipakai Carrefour untuk SCM ini dengan menerapkan
proses just-in-time (JIT) di pusat distribusi (Distribution Center/DC), yang
disebut Cross Dock. Tujuannya untuk mengefisienkan proses sehingga tidak
diperlukan adanya stok di pusat distribusi. Jadi ketika pemasok mengirim barang
hari ini ke DC Carrefour di Pondok Ungu dan Lebak Bulus, maka keesokan harinya
barang itu sudah terkirim ke gerai-gerai. Singkatnya, metode Cross Dock
memungkinkan prosesnya lebih transparan dalam distribusi produk karena tidak
ada produk yang terdegradasi (tertinggal) di gudang. “Pada dasarnya fungsi DC
kan untuk meredistribusi produk, bukan untuk menyimpan produk. Jadi melalui
Cross Dock kami mengembalikan DC ini ke fungsi sebenarnya. Keunikan cara tersebut – dibanding bila pemasok
mengirimkan langsung bahwa produk-produk
tadi sudah dikonsolidasi ketika dikirim ke gerai. Misalnya, bila biasanya
sebuah gerai menerima 30 truk yang berbeda, kini cukup menerima 5 truk saja.
Pasalnya, para pemasok bisa mengirimkan ke DC Carrefour. Selanjutnya, barang
dari berbagai pemasok itu akan dipilah-pilah sesuai dengan permintaan gerai.
Rantai pasokan yang dikembangkan Carrefour ini bukan
hanya berdasarkan proses pergerakan fisik produk, melainkan memperhatikan pula
aliran informasi. Selain itu juga mempertimbangkan penyederhanaan dokumentasi
untuk penagihan dari pemasok dan pembayaran oleh Carrefour. Maklum, keberhasilan
rantai pasokan sangat ditentukan oleh
aliran informasi dari gerai sampai ke pemasok, dan sebaliknya, disertai sinkronisasi
data kedua pihak. Carrefour membangun rantai pasokan dengan mengandalkan
dukungan pemasok terhadap efisiensi yang diciptakan dalam rantai pasokan ini, untuk kebutuhan dalam proses aliran order, pihaknya
mengembangkan Central Order Pool (COP), di mana proses pengorderan dilakukan
secara otomatis dan terpusat berdasarkan posisi stok di gerai dan parameter-parameter
lain. Untuk melakukan pemesanan barang dengan seluruh pemasok, Carrefour
menggunakan sistem Electronic Data Interchange (EDI). Jika order sudah
diterima, pemasok bisa menerimanya melalui Web. Ada pula pemasok yang sudah
mengintegrasikannya dengan sistem ERP mereka. Selanjutnya, mereka menyampaikan
(submit) order itu ke pabriknya, lalu barang pun dikirim ke DC Carrefour.
Menurut,
Penasihat Teknis Rantai Pasokan Carrefour, rantai pasokan yang tersentralisasi
itu memberi beberapa keuntungan, baik bagi Carrefour maupun pemasok. Bagi
Carrefour, keuntungan utamanya perbaikan ketersediaan produk di gerai.
Menurutnya, hal itu sebenarnya juga merupakan keuntungan bagi pemasok, karena
menghilangkan lost of sales yang diakibatkan produk tidak tersedia. Keuntungan
lain bagi pemasok adalah proses yang lebih sederhana, karena hanya memproses
satu order. Pemasok juga hanya perlu mengirim produk ke satu titik, sehingga
lebih menghemat biaya dibanding mengirim produk ke seluruh gerai. Pemasok pun
akan merasakan penghematan biaya pengiriman, ketersediaan produk yang lebih
terjamin, dan terjaganya kinerja pemasok di Carrefour dalam hal service level. Diakui tingkat
partisipasi mereka untuk bergabung dengan sistem DC masih kurang. Padahal,
service level para pemasok itu masih di bawah ekspektasi Carrefour. Saat ini,
rata-rata pemasok yang mengantar langsung ke gerai Carrefour memiliki service
level 50%. Misalnya, kalau pihak Carrefour memesan 100 unit, mereka hanya mampu
memasok 50 unit. Sementara pemasok yang sudah menggunakan jasa logistik,
service level-nya sudah 70%-75%. Pihak Carrefour sendiri memberi toleransi
untuk service level ini minimum 85%. “Keberadaan DC ini untuk membantu mereka.
Dengan begitu, mereka hanya fokus untuk memproduksi barang..
Orientasi Carrefour ke depan bukan pada pengembangan
sistem TI. Pasalnya, sistem TI yang ada diklaim sudah bisa memenuhi kebutuhan.
Sasaran utamanya sekarang meningkatkan para pemasok yang masih memiliki service
level rendah. Alasannya, kondisi itu menyebabkan lost of sales, baik bagi pemasok
maupun Carrefour sendiri. Target kami meningkatkan service level sehingga bisa
mengirim barang secara on time. Salah satu pemasok yang
sudah memanfaatkan sistem rantai pasokan yang dikembangkan Carrefour adalah CV
Mulyatama – pemasok private label untuk tempat CD, tempat tisu di mobil, dan
sebagainya. Rantai pasokan baru yang dijalankan Carrefour sangat bagus.
Keunggulannya, sistem ini sangat efisien dari segi waktu dan tenaga kerja.
Dibanding sistem terdahulu, pada sistem SCM sekarang
ini penggunaan tenaga kerja lebih efisien. Dulu, pengiriman dilakukan langsung
ke gerai sehingga memerlukan lebih banyak tenaga kerja. Dalam satu hari satu
mobil maksimum hanya bisa menuju tiga gerai. Sekarang pengiriman cukup
dilakukan satu kali dan sudah mencakup seluruh gerai Carrefour. Unilever Indonesia, salah satu supplier
besar yang menjadi pemasok Carrefour sejak 1998 (ketika peritel asal Prancis
ini baru membuka gerainya di Cempaka Putih), juga merupakan pemasok pertama
yang ikut serta dalam pengiriman terpusat (centralized delivery) Carrefour
sejak pertama kali Carrefour menerapkan sistem rantai pasokan baru. Menurut, Manajer Customer Service
Perdagangan Modern PT Unilever Indonesia Tbk., dengan sistem pengiriman
terpusat ini, Unilever sebagai pemasok tidak perlu lagi mengirim barang
langsung ke gerai-gerai Carrefour, tapi cukup ke gudang Carrefour. Carrefour
kemudian akan mengirim barang Unilever ke gerai bersama-sama dengan barang dari
pemasok lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar